Overlord Vol 6 Chapter 1 Part 1.4
OL_V06C01P01
Introduction to the Royal Capital's Disturbance - Perkenalan Terhadap Kericuhan di Ibukota Kerajaan
Part 1.4
Ainz mengibaskan jubahnya seperti seorang actor, saat sihirnya
diaktifkan. Figurnya terlihat seperti tersedot oleh lubang hitam, dan hilang
sepenuhnya.
Untuk sesaat, Sebas bingung dengan tingkah baru Ainz, yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Tapi, dia kembali tenang.
"Demiurge, kelihatannya dia sangat lelah. Jadi, aku
ingin dia sedikit beristirahat dulu. Aku yakin, tak ada masalah lagi sekarang,
jika aku membawanya kan?"
"...Kelihatannya kamu benar, Sebas."
Demiurge tersenyum jahat dan bergerak dengan lembut menuju
pintu, seakan mengantarkannya keluar.
"Tapi, aku ingin kamu tetap memikirkan, jika kita bisa
saja memanggilnya sewaktu-waktu, jika diperlukan. Ini mungkin tidak perlu, tapi
aku tak ingin melakukan perburuan di dalam ibukota."
"…Silahkan ikuti aku."
"...Ya."
Tsuare menjawab dengan suara patah-patah dan mengikuti Sebas,
dengan gerakan kaki yang hampir tidak bisa bergerak.
Langkah kaki mereka bergema ke seluruh penjuru lorong.
Mereka berjalan dalam diam dan segera sampai di kamar Tsuare. Tidak jauh, tapi
rasanya, seakan mereka sudah berjalan agak jauh.
Hanya setelah tiba di depan kamarnya, Sebas bicara seakan
sudah membulatkan tekadnya.
"Aku tak akan minta maaf karena itu."
Dia bisa merasakan Tsuare yang tersentak di belakangnya.
"Tapi, itu adalah kesalahanku, ketika ada perintah
untuk menghabisimu. Jika aku lebih berhati-hati, itu tak akan terjadi."
"...Sebas-sama."
"Aku adalah pelayan setia dari Ainz-sama dan 41 Supreme
Being. Meskipun jika situasi yang mirip muncul, aku akan mengikuti perintah
mereka... Jadi aku harap, berbahagialah di antara para manusia.
Aku akan menyarankan kepadanya, untuk memperbolehkan hal
itu...
Ainz-sama bisa memanipulasi ingatan. Jadi, mintalah
kepadanya untuk menghapus seluruh ingatanmu yang buruk, dan
bergembiralah."
"...Termasuk ingatan tentang Anda?"
"...Termasuk aku juga. Tak ada hal yang baik, jika kamu
mengingatku."
"Dan apa sebenarnya yang baik bagiku?"
Sebas merasakan kemauan yang kuat dalam ucapan Tsuare. Dan
dia berputar untuk menghadapnya. Apa yang dihadapi oleh Sebas, adalah seorang
wanita yang masih berkaca-kaca. Tapi, yang memiliki kemauan yang kaut di dalam
tatapannya.
Dia samar-samar memikirkan kalimat untuk meyakinkannya.
Nazarick memang tempat yang menakjubkan dan diberkati oleh
41 Supreme Being dan NPC dari Nazarick. Itu bukanlah sebuah tempat, di mana
yang tak memiliki bakat baik manusia atau makhluk lain bisa berada.
Itu juga bukan tempat yang bisa menerima makhluk yang lemah
dan tak berguna, seperti Tsuare. Tidak mungkin tanpa izin dari sang tuan.
Lalu, Sebas bicara.
"...Aku sudah bilang padamu, untuk bergembira di antara
manusia-manusia lain."
"Kebahagiaanku adalah berada bersama-sama dengan
Sebas-sama. Jadi, tolong, bawa aku dengan Anda."
Sebas merasa sedikit simpati kepada Tsuare.
"...Kamu kelihatannya gembira, meksipun dalam hal yang
paling tidak signifikan. Kamu hanya berpikir begitu, karena neraka yang sudah
kamu lalui."
Karena dia sudah mengalami yang terburuk, dia merasa gembira,
meskipun berada dalam kondisi yang rendah. Sebas memutuskannya. Tapi, Tsuare
menyangkalnya, dengan sebuah senyuman.
"...Aku tak merasa tempat ini sebagai neraka. Aku bisa
makan hingga kenyang, dan aku bisa mendapatkan pekerjaan yang benar... Aku lahir
dan dibesarkan di desa. Hidup di sana juga sulit."
Untuk sesaat, Tsuare terlihat seakan sedang melihat ke arah
yang jauh, sebelum dia menghadap Sebas sekali lagi.
"Kami mengolah ladang kami, meskipun ketika kami lapar.
Tapi, landlord di sana mengambil sebagian besar hasil dari panen kami. Tak ada
sisa yang cukup untuk kami. Ditambah lagi, kami hanya mainan baginya.
Meskipun ketika aku berteriak, dia sedang memperk*saku sambil
tertawa. Sambil tertawa. Aku hanya…"
"…Aku mengerti."
Sebas memeluk Tsuare, yang menangis keras, dan dengan lembut
menyelimutkan lengannya ke bahu Tsuare. Dalam momen itu, dia bisa merasakan air
mata, yang mengalir keluar seperti pintu air bah, yang dibuka lebar.
Tak mungkin apa yang ia alami dan apa yang ia lihat adalah
apa yang ada di dunia. Tapi bagi Tsuare, dunia manusia memang seperti itu.
Sebas berpikir sendiri. Apa alternatif terbaik?
Hanya ada satu jawaban. Tapi, ada peluang yang tinggi,
menyebabkan kemarahan bagi sang Tuan. Lalu, dia harus membunuh Tsuare.
"Ada kemungkinan, kamu akan mati."
"Jika itu oleh tangan Anda, seseorang yang telah
menyelamatkanku, ketika aku akan mati di sana maka…"
Sebas memutuskan dan menguatkan dirinya, ketika dia melihat
ekspresi Tsuare.
"Baiklah, Tsuare. Aku akan meminta kepada Ainz-sama,
untuk membawamu ke Nazarick."
"Terima kasih."
"Terlalu dini, berterima kasih kepadaku. Jika dia
memerintahkanku untuk membunuhmu, sebagai hasilnya…"
"…aku sudah siap."
"Begitu... kah."
Sebas melemaskan lengannya, dan mencoba untuk menjauh. Tapi,
Tsuare tak membiarkannya. Tsuare melihat ke arahnya, sambil berpegangan kepada
bajunya, dengan erat.
Di dalam mata itu terdapat sebuah harapan.
Sebas memiliki tebakan sendiri. Tapi, dia tak bisa
memastikan apa harapan itu. Di samping itu, ada sesuatu yang harus ia pastikan.
"Aku harus memastikan satu hal. Apakah kamu tak
menyesal, meninggalkan dunia manusia? Apakah kamu ingin kembali nantinya?"
Hanya karena dia pergi ke Nazarick, bukan berarti jika dia
tak akan pernah bertemu dengan perkumpulan manusia lagi. Tak ada alasan khusus untuk
memenjarakannya pula. Tapi itu tak berarti, jika ada tak ada kemungkinan
terhadap hal itu pula.
"...Aku ingin melihat adikku sekali lagi... Tapi, aku
tak ingin secara khusus mengingat masa lalu..."
"Aku mengerti. Kalau begitu tunggulah di kamar. Aku akan
menemui Ainz-sama."
"Aku akan melakukannya."
Tsuare melepaskan Sebas, dan melingkarkan lengannya ke leher
Sebas. Mengabaikan Sebas yang bingung dengan apa yang sedang ia lakukan, Tsuare
berdiri di ujung jari kakinya.
Untuk sesaat, bibir Tsuare dan Sebas bertemu satu sama lain.
Hanya beberapa saat, bibir lembut mereka bertemu, sebelum Tsuare bergerak
menjauh.
"Rasanya seperti tersetrum."
Tsuare menjauh, sambil menyentuh bibirnya, dengan kedua
tangannya.
Itu adalah pertama kalinya, bagi dia untuk melakukan ci-uman
itu dengan senang.
Sebas tak bisa berkata apapun. Tapi, Tsuare tersenyum
gembira.
"Kalau begitu, aku akan menunggu di sini. Berhati-hatilah,
Sebas-sama."
"Ah, ya... Aku akan mengurus ini, dalam waktu
singkat."
"Apakah ada sesuatu yang terjadi? Wajahmu merah."
Itu adalah hal pertama yang Sebas dengar, ketika dia kembali
ke dalam ruangan. Dalam penyebutan wajahnya yang merah, dia bernafas
dalam-dalam. Menunjukkan ketidak-konsistenan pada emosi seseorang, itu tak
cocok dengan seseorang yang akan menghadap tuannya.
Dengan menekan lengan kirinya, yang secara tak sadar mencoba
untuk menyentuh bibirnya. Sebas membuat wajah yang sempurna.
Post a Comment for "Overlord Vol 6 Chapter 1 Part 1.4"
komentar dong