Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Overlord Vol 5 Epilog2




OL_V05C01_Prolog (Part 1)


Prolog (Part 1)

 

"...Unglaus."

"...Stronoff. Kekuatan yang diperoleh dari pedang, benar-benar sampah. Itu percuma saja, di depan kekuatan sejati."

Seperti yang diduga, kalimat itu menunjukkan tak ada tanda-tanda dari kejayaan di masa lalu.

"...Aku lega bertemu denganmu, pada akhirnya."

Saat Brain memutar badannya dan hendak pergi, Gazef menatapnya dengan mata yang sedih.

Figur yang menyedihkan itu, pernah sekali menjadi rivalnya yang terhebat. Sekarang, dia compang camping. Gazef tak lagi bisa menemukan energi untuk bicara padanya. Tapi, dia tak luput dengan kalimat pendek yang ia dengar, saat mereka berpisah.

"Sekarang... Aku bisa mati."

"Berhenti! Tunggu, Brain Unglaus!"

Dia berteriak dengan buru-buru, ke arah punggung Brain.

Dia berlari ke arah Brain dan memegang bahunya, lalu memutar tubuhnya.

Penampilannya yang terhuyung-huyung tak lagi memiliki cahaya dari masa lalu. Tapi, meskipun kenyataan jika Gazef menariknya dengan seluruh tenaga, postur Brain tidak goyah ataupun roboh.

Itu adalah bukti jika dia memiliki tubuh bagian bawah yang sangat terlatih, dan keseimbangan yang menakjubkan.

Gazef merasakan sedikit kelegaan.

‘Pada akhirnya, kemampuannya tak berkarat.’

Ini masih belum terlambat. Dia tidak bisa membiarkan Brain mati begitu saja.

"...Apa yang kamu lakukan?"

"Ikut denganku ke rumah."

"Lupakan saja. Jangan mencoba untuk menghentikanku... Aku sudah lelah dengan ketakutan. Aku tak ingin terus-terusan melihat bahuku yang ketakutan, oleh sebuah bayangan. Aku tak ingin menghadapi realita lagi. Dan tak aku sangka, aku dulu pernah puas dengan sampah di tanganku ini."

Mendengar suara iba Brain, Gazef merasa kejengkelan memuncak di dalam dirinya.

"Diam saja, dan ikut aku."

Dan dengan begitu, Gazef mulai berjalan sambil menggenggam lengan Brain. Melihat bagaimana Brain mengikuti dengan langkah yang goyah, tanpa ada perlawanan… Gazef merasa tak nyaman yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Setelah kamu berganti pakaianmu dan makan sesuatu, langsung istirahat."

***

 

Mid fire moon (8th Moon), Hari ke 26, 13:45

 

Re-Estize Kingdom dan ibukotanya, Re-Estize.

Sebuah negara dengan total populasi 9 juta.

'Kuno' merapakan kata terbaik untuk mendeskripsikan bentuk ibukota ini. Sebuah tepat bersejarah, kehidupan sehari-hari yang tak berubah, sebuah kota kotor yang bersembunyi dibalik samaran jaman dulu, sebuah kota yang statis… dan tempat yang memiliki banyak arti.

Itu adalah sesuatu yang bisa dengan mudah dimengerti, hanya dengan sekali jalan-jalan melewati kota.

Di samping dari beberapa rumah-rumah asli di masing-masing sisi, kekerasan nyata dari keadaan sekitar. Berarti, kesegaran atau kemegahannya kurang. Tapi, bagaimana menginterpretasikannya, berbeda tergantung individunya.

Memang benar…

Ada mereka, yang melihat itu sebagai suasana yang tenang dari tanah, yang kaya akan sejarah.

Yang lainnya bisa melihatnya sebagai kota yang membosankan, stagnan yang tak berujung.

Terlihat seakan ibukota itu sendiri akan tetap ada seperti ini. meskipun, tak ada yang kebal terhadap perubahan.

Ibukota memiliki banyak jalan yang masih belum di-paving. Karena itu, ketika tempat ini basah karena hujan, itu akan berubah menjadi lumpur yang memunculkan keraguan… apakah ini memang benar-benar di dalam kota.

Itu bukan berarti, jika Kingdom itu miskin. Kalian tak akan pernah bisa membandingkan itu, dengan tempat seperti Theocracy atau Empire.

Dengan jalan-jalan yang semakin sempit, orang-orang tak bejalan di tengah jalan, yang akan menghalangi kereta. Mereka berdempetan ke samping, dalam sikap yang tak teratur.

Penduduk Kingdom sudah terbiasa dengan kepadatan itu, dan berjalan seperti ingin mencoba menyelinap melalui celah-celah kecil. Dengan pintar, mereka menghindari orang lain yang menuju arah yang berlawanan.

Meskipun begitu, jalan yang diambil Sebas berbeda dari jalan biasa yang sangat lebar dan di-paving, dengan kadang-kadang blok-blok bebatuan.

Alasannya sangat jelas, dengan satu tatapan di sekitar. Sebagai jalan pusat dari ibukota, rumah-rumah yang berjajar di samping jalan memang besar dan mengagumkan. Itu memancarkan perasaan kekayaan.

Saat Sebas berjalan dengan cepat dan dengan ekspresi bermartabat, diikuti oleh mata-mata dari berbagai macam wanita berusia paruh baya dan gadis-gadis, yang terpesona dengan keeleganannya.

Meskipun jarang ada wanita yang berani mengirimkan tatapan gerah ke wajahnya, Sebas tak menghiraukannya. Dengan punggung lurus dan mata yang mantap terarah langsung ke depan, kakinya tak goyah sedikit pun.

Kaki yang terlihat tak menunjukkan tanda-tanda berhenti, hingga tiba di tujuannya tiba-tiba berhenti dan terfokus perhatiannya ke arah kereta yang sedang mendekat dari samping. Lalu, dia berputar 90 derajat dan menyeberangi jalan.

Di tempat yang ia tuju, ada seorang wanita tua. Dia sedang duduk di samping bingkai foto besar yang bisa dibawa, sambil memijat pergelangan kakinya.

"Apakah ada masalah?"

Terkejut karena tiba-tiba didekati oleh orang asing, wanita tua itu mengangkat wajahnya. Itu menunjukkan sepasang mata yang waspada. Tapi, kecurigaan itu langsung menghilang, ketika melihat penampilan Sebas dan pakaiannya yang elegan.

"Kamu kelihatannya sedang mengalami masalah. Apakah ada yang bisa aku bantu?"

"Ti… Tidak tuan. Tidak sama sekali."

"Mohon jangan biarkan ini mengganggumu. Mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, adalah hal yang biasa."

Sebas mengeluarkan senyum yang cerah, membuat wanita tua itu bersemu merah. Senyum tampan dari seorang pria yang penuh dengan charisma, menghancurkan sisa-sisa pertahanannya yang terakhir.

Setelah selesai menjajakan jualannya, wanita tua itu kembali ke rumah, ketika pergelangan kakinya terkilir. Dan akhirnya, dia menemukan kesulitan.

Meskipun area sekitar biasanya mempertahankan ketertiban umum, bukan berarti orang-orang yang bepergian di sini semuanya adalah penduduk yang mematuhi peraturan. Masih mungkin untuk mendapatkan kesialan, dengan menanyakan bantuan kepada orang-orang yang salah. Dan akhirnya kehilangan baik uang dan barang.

Mengetahui insiden semacam itu adalah kenyataan, wanita tua itu tak bisa sembarangan meminta bantuan tanpa hati-hati, sehingga akhirnya tak bisa apa-apa.

Kalau begitu, mudah saja.

"Aku akan menemanimu. Bolehkah aku memintamu menunjukkan jalan kepadaku?"

"Tuan yang baik, apakah itu tak apa-apa?!"

"Tentu saja. Hal yang wajar, untuk membantu mereka yang sedang membutuhkan."

Sebas memutar badannya ke arah wanita tua, yang berterima kasih berkali-kali.

"Kalau begitu silahkan naik."

"I…Itu..."

Wanita tua itu bersuara dengan malu-malu.

"Aku akan mengotori pakaianmu!"

Tapi…

Sebas menunjukkan senyum yang ramah.

Memangnya kenapa, jika pakaian seseorang menjadi kotor?

Hal seperti itu tak perlu menjadi masalah, ketika menolong orang lain.

Dia tiba-tiba teringat teman-temannya di Great Tomb of Nazarick. Ekspresi aneh mereka, wajah cemberut yang jelas menghina. Dan di ujungnya adalah Demiurge. Tapi, tak perduli apa yang ia katakan, Sebas sangat yakin, jika yang dia lakukan adalah hal yang benar.

Menolong orang lain adalah hal yang benar.

Setelah meyakinkan wanita tua itu setelah berkali-kali menolak, dia membawa wanita tua di punggungnya, dan mengangkat barang bawaannya dengan satu tangan.

Pemandangan dia mengangkat benda seberat itu tanpa sedikit pun goyah, membuat takjub. Bukan hanya dari wanita tua itu, tapi dari mereka yang ada di sekitarnya.

Dengan wanita tua itu sebagai penunjuk jalan, Sebas mulai berjalan.


Post a Comment for "Overlord Vol 5 Epilog2"